Pendidik Kristen sebagai Pemimpin dan Pelayan di Sekolah
Penulis: Ryan Oktapratama, M.Pd
Dalam menjalani peran guru di sekolah, Anda juga menjalankan peran pemimpin bagi murid-murid Anda. Namun, sebagai pendidik Kristen, menjadi pemimpin saja tidak cukup. Pernahkah Anda mendengar perkataan bahwa seorang pemimpin juga harus melayani orang-orang yang dipimpin? Jika ini adalah pertama kalinya Anda mendengar perkataan tersebut atau istilah servant leadership, mungkin akan timbul sebuah pertanyaan, “Bagaimana seorang pemimpin dapat menjadi pelayan juga?”
Secara sederhana, jenis kepemimpinan lain memandang posisi kekuasaan si pemimpin sebagai kesempatan untuk menerapkan keinginan dan keyakinan mereka sendiri kepada para pengikut, sementara servant leadership mengalihkan fokus sepenuhnya pada kebutuhan para pengikut dan kebaikan mereka, serta menempatkan kekuasaan ‘in the back seat.’ Lebih jauh lagi, Peter Northouse dalam bukunya yang berjudul “Leadership: Theory & Practice” menjelaskan bahwa servant leadership adalah tipe kepemimpinan yang berfokus pada perilaku yang harus ditunjukkan oleh para pemimpin kepada pengikut mereka. Jenis ini berfokus pada bagaimana pemimpin memperlakukan orang lain. Servant leaders menunjukkan perilaku berkomitmen untuk mengutamakan pengikut, jujur, memperlakukan mereka dengan adil, dan mengembangkan hubungan yang kuat dengan mereka.
Sekilas, menjadi pemimpin yang melayani terdengar seperti lingkaran persegi, yakni dua hal berbeda yang tidak bisa terjadi secara bersamaan. Tetapi, pada kenyataannya, menjadi pelayan adalah salah satu cara terbaik untuk memimpin. Menempatkan kebutuhan pengikut di atas kebutuhan sendiri adalah cara terbaik untuk menumbuhkan lingkungan yang layak untuk diperjuangkan dan membuat pencapaian tujuan paling mungkin terjadi.Bayangkan orang-orang yang sedang berada dalam perjalanan panjang, hamba adalah seorang pendorong semangat yang memampukan orang lain menyelesaikan tujuan akhir dengan energi, sikap, serta teladannya yang baik. Ini akan membuat para pengikut sehat secara fisik dan emosional untuk melanjutkan perjalanan.
Lebih lanjut, ketika kita memikirkan hal praktis dari teori ini, perilaku pemimpin yang melayani ada 7, yakni: (1) conceptualization, (2) emotional healing, (3) putting followers first, (4) helping followers grow and succeed, (5) behaving ethically, (6) empowering, dan (7) creating value for the community. Mari kita bahas masing-masing karakteristik ini.
Konseptualisasi mengacu pada pemahaman menyeluruh pemimpin tentang organisasi tujuan, kompleksitas, dan misinya, yang memungkinkannya untuk memikirkan masalah yang beragam, untuk mengetahui apakah ada sesuatu yang salah, dan untuk mengatasi masalah secara kreatif sesuai dengan tujuan keseluruhan organisasi. Penyembuhan emosional melibatkan kepekaan terhadap masalah pribadi dan kesejahteraan orang lain, termasuk mengenali masalah para pengikut dan bersedia meluangkan waktu untuk mengatasinya.
Mendahulukan para pengikut adalah aspek utama dari servant leadership. Pemimpin menggunakan tindakan dan kata-kata yang dengan jelas menunjukkan kepada pengikut bahwa kebutuhan mereka adalah prioritas, bahkan di atas kepentingan pemimpin. Pada intinya, membantu pengikut untuk bertumbuh dan berhasil adalah tentang membantu individu-individu ini untuk bisa aktualisasi diri, mencapai potensi mereka yang sepenuhnya, seperti dalam hal pengembangan karir mereka.
Berperilaku etis adalah melakukan hal yang benar dengan cara yang benar, memegang standar etika yang kuat, termasuk dalam bersikap terbuka, jujur, dan adil dengan para pengikut. Pemimpin yang melayani tidak mengkompromikan prinsip-prinsip etika mereka untuk mencapai kesuksesan. Pemberdayaan mengacu pada memungkinkan pengikut untuk mandiri. Ini adalah cara bagi para pemimpin untuk berbagi kekuasaan dengan pengikut dengan membiarkan mereka memiliki kendali. Pemberdayaan membangun kepercayaan pengikut dalam kapasitas mereka sendiri untuk berpikir dan bertindak sendiri karena mereka diberi kebebasan untuk menangani situasi sulit dengan cara yang mereka rasa paling baik.
Menciptakan nilai bagi masyarakat berarti pemimpin dengan secara sadar dan sengaja memberikan kembali kepada masyarakat (give back to the community). Mereka terlibat dalam kegiatan lokal dan mendorong pengikut untuk juga menjadi sukarelawan untuk pelayanan masyarakat. Dengan cara ini, pemimpin dapat menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan komunitas yang lebih luas.
Pertanyaan terakhir yang mungkin muncul di benak Anda adalah, “Bagaimana caranya mempraktikkan servant leadership sebagai guru Kristen di sekolah?” Temukan jawabannya di platform pembelajaran online HaiGuru. Klik link daftar ,lalu daftarkan diri Anda, dan ikutilah kursus bersama HaiGuru!