Menghukum Murid: Tindakan tepat bagi guru?
Penulis: Ryan Oktapratama, M.Pd
Saat kita melanggar aturan atau hukum, kita mungkin menghadapi konsekuensi negatif dalam bentuk kehilangan hak istimewa, denda, hukuman, atau hukuman penjara. Jadi, umumnya dapat dikatakan bahwa masyarakat kita bergantung pada penguatan intrinsik, penguatan negatif, dan hukuman sebagai sarana utama kontrol perilaku.Ketika dihadapkan dengan perilaku bermasalah yang serius yang berlanjut meskipun penerapan intervensi telah dilakukan, guru yang efektif akan mengetahui dan mampu untuk menggunakan berbagai teknik untuk mengurangi perilaku bermasalah. Biasanya, sekolah juga memiliki sejumlah strategi untuk menanggapi perilaku negatif yang serius dari murid.
Namun, terkadang suatu perilaku berbahaya, mengganggu, atau kronis dan karenanya memerlukan intervensi yang dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku yang negatif, sekaligus menggantinya dengan alternatif perilaku yang lebih dapat diterima. Untuk alasan ini, pendidik perlu mengetahui kapan intervensi pengurangan perilaku diperlukan dan bagaimana memilih teknik pengurangan perilaku yang tepat. Intervensi pengurangan perilaku mengacu pada seluruh hierarki intervensi hukuman dan non-hukuman.
Dalam hal hukuman mengacu pada stimulus yang mengikuti perilaku dan mengurangi kemunculan perilaku di masa depan. Sedangkan non-hukuman merujuk pada teknik yang menghasilkan penurunan perilaku yang ditargetkan melalui cara yang kurang negatif daripada hukuman. Ada 4 strategi dalam melakukan intervensi pengurangan perilaku: 1) Strategi Berbasis Penguatan, 2) Extinction, serta 3) Penghapusan Stimulus Penguatan. Dalam strategi pertama, yaitu strategi berbasis penguatan, mungkin kalian akan bertanya, “Mengapa penguatan? Ini adalah prosedur yang dirancang untuk meningkatkan perilaku, seperti dibahas dalam modul-modul sebelumnya?”
Jawabannya adalah bahwa prosedur penguatan diferensial adalah cara yang efektif untuk mengurangi perilaku bermasalah baik dengan memperkuat ketidakhadiran perilaku itu atau dengan memperkuat alternatif yang dipilih dengan cermat; artinya ketika periode ketidakhadiran perilaku meningkat, atau ketika perilaku alternatif meningkat, perilaku tidak pantas seharusnya berkurang.
Contohnya, murid mendapatkan token untuk duduk berkelompok dengan tangan tergenggam di pangkuannya, tetapi tidak mendapatkan token ketika dia mengepakkan tangannya di depan wajahnya. Contoh lain: guru mencatat poin untuk murid yang berjalan di aula dengan tangan di samping. Ketika murid menyentuh dinding dengan tangannya, mereka tidak akan mendapatkan poin.
Selanjutnya, strategi kedua adalah extinction. Extinction adalah prosedur yang tampaknya sederhana dalam teori tetapi mudah disalahgunakan. Extinction mengacu pada penahanan penguatan untuk perilaku yang telah dipertahankan melalui penguatan, biasanya dalam bentuk perhatian.
Biasa disebut “mengabaikan,” kebanyakan dari kita telah menggunakan atau telah menjadi penerima extinction dalam satu atau lain bentuk. Contohnya, seorang murid kelas 2 SD selalu menangis untuk diperbolehkan berbaris di posisi paling depan saat tidak diperbolehkan saat berbaris masuk di depan kelas (misalnya, dengan alasan bergantian dengan murid lainnya atau tinggi badan), guru dapat secara perlahan mulai mengabaikan tangisannya. Lama kelamaan, murid tersebut mulai mengetahui bahwa tangisannya tidak akan membuat guru memberinya posisi paling depan di barisan dan secara perlahan tidak menangis lagi saat harus berbaris di posisi tengah atau belakang.
Strategi yang ketiga adalah penghapusan stimulus penguatan. Ada dua contoh metode dalam strategi ini: response cost dan time out. Response cost adalah prosedur hukuman di mana sejumlah penguat tertentu ditarik atau dihilangkan, bergantung pada perilaku tertentu. Contohnya seorang murid yang membuang waktu dan tidak menyelesaikan pekerjaannya mungkin harus menyelesaikan pekerjaan itu selama waktu aktivitas. Contoh lainnya, seorang guru yang mengetahui bahwa seorang murid mengganggu temannya di tengah sesi pembelajaran karena ingin mencari perhatian dari guru dan temannya dapat meminta murid tersebut untuk pindah ke pojok belakang kelas. Dalam hal ini, murid tersebut masih dapat memperhatikan penjelasan guru, tetapi tidak memiliki kesempatan untuk mengganggu temannya. Setelah beberapa menit, murid tersebut diminta kembali ke tempat duduknya.
Di lain sisi, time out mengacu pada prosedur di mana seorang individu ditolak aksesnya ke penguat untuk jangka waktu yang telah ditentukan. Time-out dapat terjadi di ruang kelas di tengah kegiatan pembelajaran; tidak perlu bagi murid untuk secara fisik pindah ke area time-out.
Di time-out, tidak ada yang dihapus, tetapi murid mungkin tidak memperoleh poin selama waktu dia di time-out (tetapi, murid diperbolehkan untuk menyimpan poin yang telah dikumpulkan sebelumnya).