Pengembangan Kurikulum dalam Pembelajaran Berbasis Masalah

Penulis: Ryan Oktapratama, B.Ed., M.Pd.

Oon-Seng Tan menjelaskan bahwa pendekatan mana pun yang diambil dalam kurikulum, harus ada tiga tingkat pertimbangan: tingkat mega ("mengapa"), tingkat makro ("apa") dan tingkat mikro ("bagaimana"). "Mengapa" mempertimbangkan profil lulusan yang diinginkan; "apa" terkait dengan hasil pembelajaran yang diinginkan; dan "bagaimana" menyangkut perancangan pembelajaran.

Dalam merancang masalah, kita telah melihat kebutuhan untuk menetapkan tujuan kita dalam menggunakan PBL. Setelah kita menentukan tujuan tersebut, kita perlu mempertimbangkan pada tingkat mana kita dapat memasukkan PBL ke dalam kurikulum.

Jika kita berada dalam posisi untuk mempengaruhi perubahan besar di institusi kita, kita dapat menganjurkan perubahan dari tingkat mega, yang memerlukan perubahan total kurikulum dalam hal struktur pembelajaran, penilaian dan desain seluruh lingkungan belajar.

Meskipun manfaat PBL mungkin terlihat, perubahan praktis dari kurikulum tradisional ke kurikulum PBL dapat menjadi tugas yang menakutkan karena pertimbangan administratif dan logistik serta kurangnya sumber daya. Oleh karena itu, memperkenalkan perubahan di tingkat makro lebih umum, di mana mata pelajaran atau materi tertentu mengadopsi pendekatan PBL.

Guru dapat memulai di tingkat mikro dengan menggunakan PBL dalam proyek pelajaran atau dalam mata pelajaran tertentu. Namun, tentu kita tidak ingin terlalu banyak hal yang sama, seperti mengulang penekanan yang sama dari siklus PBL di semua mata pelajaran.

Mungkin cukup untuk memiliki beberapa mata pelajaran atau materi di mana pemecahan masalah umum, pembelajaran kolaboratif dan komunikasi ditekankan melalui penggunaan pendekatan PBL.

Akan terlalu berulang jika dalam setiap kursus murid harus menghabiskan banyak waktu untuk melakukan presentasi rekan dan kelompok. Kuncinya adalah menggunakan PBL secara strategis dan menyelaraskan pendekatan dengan hasil pendidikan yang diinginkan.

Lebih lanjut, Oon-Seng Tan menyebutkan bahwa langkah pertama dalam merencanakan kurikulum PBL adalah menyelaraskan tujuan kita menggunakan PBL dengan tujuan program kurikulum kita atau yang diadopsi sekolah. Seperti dalam pengembangan kurikulum pada umumnya, kita mulai dengan pernyataan tujuan mata pelajaran. Selanjutnya, kita menyiapkan dokumen yang mengartikulasikan:

  1. Alasan penggunaan PBL
  2. Apa itu PBL dan apa yang terkandung di dalamnya
  3. Tujuan dan hasil PBL

Dengan gagasan yang jelas tentang di mana PBL akan dimasukkan dan kemungkinan cakupan PBL, kita kemudian mengembangkan tujuan PBL yang lebih spesifik (misalnya dalam hal pemecahan masalah, kerja tim, keterampilan presentasi, dll.) dan tujuan pembelajaran dalam materi tertentu.

Ruang lingkup pembelajaran kemudian harus dikonseptualisasikan secara praktis dalam hal struktur mata pelajaran PBL dan kerangka waktunya. Struktur kursus biasanya digambarkan dalam siklus PBL, seperti:

  • Opsi 1: Temukan masalah → Analisis masalah → Penemuan dan pelaporan → Presentasi solusi → Integrasi dan evaluasi
  • Opsi 2: Temui masalahnya → Penyelidikan masalah → Pembangkitan masalah pembelajaran → Penemuan dan pengajaran sejawat → Presentasi solusi → Tinjauan
  • Opsi 3: Menemukan masalah → Analisis → Penelitian dan kerja lapangan → Pelaporan dan pengajaran sejawat → Presentasi temuan → Refleksi dan evaluasi
  • Banyak variasi dan inovasi lain yang mungkin. Penekanan relatif dari tahapan PBL tergantung pada tujuan PBL dan sifat masalahnya. Untuk menyusun struktur mata pelajaran PBL, kita perlu menentukan hal-hal berikut:

  • Sifat siklus PBL (sebuah skema harus dibuat)
  • Kerangka waktu untuk seluruh siklus dan jadwal untuk masing-masing siklus
  • Jam tutorial PBL, dengan mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan untuk belajar mandiri
  • Jenis, ruang lingkup, dan jumlah masalah yang akan dihadapi dan dikerjakan oleh murid
  • Langkah kunci dari proses pengembangan kurikulum PBL adalah desain masalah, yang biasanya disertai dengan pengembangan paket pembelajaran yang terdiri dari panduan untuk murid dan guru. Termasuk dalam panduan tersebut adalah aspek-aspek kunci dari lingkungan belajar, sumber belajar dan kriteria penilaian.

    Penting untuk dicatat bahwa penilaian seringkali mendorong pembelajaran. Dengan demikian, tujuan penilaian PBL harus selaras dengan hasil kurikulum yang diinginkan. Artinya, selain menilai perolehan pengetahuan materi, keterampilan pemecahan masalah, kerja tim, dan komunikasi juga akan dievaluasi.

    Berbagai metode dan strategi penilaian akan perlu digunakan dalam PBL, yang mungkin mencakup observasi, jurnal reflektif, daftar periksa keterampilan presentasi, daftar periksa proses pemecahan masalah, penilaian sejawat dan penilaian diri.

    Terakhir, perlu dilakukan evaluasi efektivitas pelaksanaan PBL melalui berbagai metode monitoring dan evaluasi. Hanya melalui implementasi kurikulum PBL dan umpan balik dari guru dan murid, berbagai aspek program PBL dapat disempurnakan dan terus ditingkatkan.

    Mari kita lihat sebuah contoh pelaksanaan PBL dalam mata pelajaran Seni Visual dalam materi mengenai desain interior. Mata pelajaran seni visual memberikan banyak peluang dan ruang lingkup untuk menanamkan PBL. Memberi murid masalah seni visual dunia nyata adalah cara terbaik untuk memicu pembelajaran. Pertimbangkan masalah berikut untuk materi desain interior.

    Sebuah hotel berusia 50 tahun di dekat pantai baru saja direnovasi. Lantainya sebelumnya dilapisi dengan vinyl, tetapi setelah renovasi, karpet diletakkan di setiap tingkat bangunan. Beberapa bulan setelah renovasi, pemilik hotel mengamati perubahan warna karpet. Situasinya bahkan lebih buruk di ruang bawah tanah. Berpikir bahwa itu mungkin karena kualitas karpet yang rendah, dia memutuskan untuk mengganti ke karpet yang lebih mahal. Setelah menghabiskan lebih banyak uang, dia merasa kaget bahwa masalahnya tetap ada. Dia tidak bisa mengerti mengapa ini terjadi ketika hotel lain yang terletak lebih jauh di jalan telah menggunakan karpet sebagai penutup lantai selama beberapa tahun terakhir tanpa masalah.

      Sebuah hotel berusia 50 tahun di dekat pantai baru saja direnovasi. Lantainya sebelumnya dilapisi dengan vinyl, tetapi setelah renovasi, karpet diletakkan di setiap tingkat bangunan. Beberapa bulan setelah renovasi, pemilik hotel mengamati perubahan warna karpet. Situasinya bahkan lebih buruk di ruang bawah tanah. Berpikir bahwa itu mungkin karena kualitas karpet yang rendah, dia memutuskan untuk mengganti ke karpet yang lebih mahal. Setelah menghabiskan lebih banyak uang, dia merasa kaget bahwa masalahnya tetap ada. Dia tidak bisa mengerti mengapa ini terjadi ketika hotel lain yang terletak lebih jauh di jalan telah menggunakan karpet sebagai penutup lantai selama beberapa tahun terakhir tanpa masalah.

    Metode PBL dalam kasus ini terdiri dari 8 tahapan.

    1. Pengenalan: Jelaskan hasil belajar yang diinginkan: perolehan keterampilan pemecahan masalah, keterampilan kerja tim, dan pengetahuan baru.
    2. Identifikasi masalah: Murid membahas masalah dan mengidentifikasi isu-isu kunci, misalnya, “Mengapa karpet berubah warna setelah hanya beberapa bulan?” atau “Mengapa masalah itu tidak terjadi di hotel lain?” dan sebagainya.
    3. Brainstorming ide: Menganalisis masalah yang diidentifikasi dan memberikan kemungkinan penjelasan, seperti: (1) tidak semua karpet sama, (2) ruang bawah tanah lebih sulit dirawat daripada tingkatan lainnya, dan sebagainya.
    4. Masalah pembelajaran: Identifikasi masalah pembelajaran dari hipotesis, seperti: (1) untuk memahami sifat-sifat dan bagaimana karpet dibedakan, (2) untuk memahami penggunaan karpet dalam kaitannya dengan kondisi lingkungan, dan sebagainya
    5. Pembelajaran mandiri: Murid memilih masalah pembelajaran yang paling menarik minat mereka atau yang kurang mereka ketahui, misalnya melalui (1) pencarian informasi relevan dari buku, jurnal, basis data online, (2) menggali informasi dari seorang ahli, misal penyedia dan kontraktor karpet, atau (3) mewawancarai pengguna karpet.
    6. Pengajaran sejawat: Setelah mengumpulkan informasi, murid berperan sebagai “ahli” untuk topik yang mereka eksplorasi dan mempresentasikan temuan mereka.
    7. Sintesis dan penerapan: Kelompok meringkas, mengintegrasikan dan mengevaluasi informasi untuk validitas dan relevansi. Mereka juga meninjau kredibilitas dan kesesuaian sumber daya. Pengetahuan yang diperoleh diterapkan dan solusi dikembangkan.
    8. Refleksi dan umpan balik: Tahap terakhir adalah meninjau dan mengevaluasi apa yang telah dipelajari, seperti dalam hal prinsip, konsep dan aplikasi. Murid juga merenungkan proses pemecahan masalah, cara belajar terbaik dan pengetahuan profesional yang diperoleh.

    Ingin pelajari lebih lanjut mengenai Pembelajaran Berbasis Masalah? Segera daftar kursus ini di HaiGuru atau klik link berikut ini!

    Artikel Lainnya

    Kunjungi Kami

    Head Office & Studio
    HaiGuru

    Syarat Ketentuan

    Kebijakan Privasi

    Hubungi Kami
    Ikuti Kami
    Copyright @2021, HaiGuru®